JAKARTA, NTBPOS.com - Gaji lima tahun Kepala Daerah maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak sebanding dengan ongkos politik. Hal ini salah satu pemicu tindak pidana korupsi.
Sebab itu, untuk mengantisipasi tahun politik 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Penyelenggaraan Negara (PN) tidak tergiur melakukan praktik tindak pidana korupsi.
Hal itu disampaikan Kepala Satuan Tugas Koordinator dan Supervisi Wilayah I KPK, Maruli Tua, pada rapat koordinasi bertajuk Pemantauan Monitoring Center for Prevention (MCP) 2023, dilansir dari KPK.go.id, Ahad 9 April 2023.
Baca Juga: Kejagung Kembali Periksa Satu Saksi Kasus Korupsi BTS Bakti KOMINFO
Pada kesempatan itu, Maruli menyebut ongkos politik sangat mahal. Kata dia, mahalnya biaya politik ini, tidak membuat korupsi kian marak.
"Untuk itu, KPK meminta komitmen dari Kepala Daerah beserta jajaran dan Pimpinan DPRD untuk menjauhi tindak pidana korupsi," ujar Maruli.
Dihimpun dari data KPK, ungkap dia, biaya politik calon Bupati/Wali Kota rata - rata Rp30 Miliar. Sementara gajinya selama lima tahun di bawah biaya politik.
Baca Juga: Kemendagri Komitmen Sukseskan Pemilu 2024
Begitu juga biaya politik menjadi Gubernur bisa mencapai Rp 100 Miliar. Sedangkan untuk presiden, biayanya tidak terhingga atau unlimited.
Ketika biaya politik kandas, sebagai jalan pintas penjabat publik mencari ongkos tambahan. Misalnya, di area pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) yang rawan terjadinya penggelapan aset akibat pengamanan lemah.
"Pada Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan (PBJ) yang rawan suap/gratifikasi proyek," ungkapnya.
Baca Juga: Presiden Jokowi Apresiasi Serikat Petani Indonesia Berhasil Gunakan Pupuk Organik
Selain itu, pengelolaan keuangan desa, Maruli mengingatkan untuk berhati - hati dalam tugas Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) serta perangkat desa.
Celah korupsi atau gratifikasi di desa, mengarahkan anggaran desa untuk proyek dan kerja sama dengan mitra - mitra tertentu dengan menyalahgunakan kewenangan. Hal tersebut perlu dicegah.
“Area manajemen ASN sangat rentan terjadinya jual beli jabatan dan terjadinya suap/gratifikasi sehingga kami meminta Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) menjadi palang pintu agar tidak terjadinya jual beli jabatan ini dengan pelaksanaan sistem merit. Sebab area optimalisasi pajak daerah rentan terjadinya penggelapan penerimaan pajak dan suap/gratifikasi,“ kata Maruli.
Artikel Terkait
Diduga Menerima Gratifikasi Pajak, Pejabat PPNS DJP Kemenkeu RI Ditahan KPK
JAM Pindum Setujui 19 Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Dihentikan
Disnakeswan Lombok Timur Monitoring Kelompok Ternak Diduga Menjual Sapi Pokir di Aikmel
Terduga Pengedar Sabu Asal Korleko Ditangkap Tim Opsnal SatResnarkoba Polres Lombok Timur
Bupati H M Sukiman Azmy Tegur Kades Bagek Nyaka Santri, Segera Kembalikan Uang Negara